Pengertian Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi dapat diartikan sebagai suatu perangkat dari kebiasaan,
hukum-hukum, aturan-aturan dan pengaturan yang berhubungan dengan produksi,
pertukaran dan konsumsi barang dan jasa. Sistem ekonomi bias juga berarti
keseluruhan lembaga ekonomi yang digunakan suatu Negara, masyarakat atau bangsa
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam arti yang lebih sederhana,
sistem ekonomi berarti cara suatu masyarakat mengatur kehidupan perekonomiannya.
Sistem ekonomi Islam jika diterjemahkan ke bahasa arab akan menjadi an
nizhôm al iqtishâd al islâmy. Secara harfiah al iqtishâd (ekonomi)
berarti qashada: bertujuan dalam suatu perkara, tidak berlebihan,
berhemat dalam membelanjakan uang atau tidak boros.
Pemilihan suatu sistem ekonomi oleh suatu negara akan dipengaruhi nilai sosial
atau falsafah yang dianut masyarakat atau negara yang bersangkutan. Contohnya:
Amerika Serikat yang menganut paham liberal, maka Negara ini pula sistem
ekonominya liberal (kapitalis). Indonesia yang menganut falsafah Pancasila,
maka sistem ekonominya dinamakan sistem ekonomi demokrasi Pancasila.
Sistem ekonomi
berbeda berdasarkan cara memiliki dan mengendalikan lima faktor produksi
(sumber daya dasar yang digunakan dunia bisnis Negara tertentu untuk
memproduksi barang dan jasa), yakni :
a. Tenaga Kerja atau Sumber Daya
Manusia
Kemampuan fisik
dan mental banyak orang sewaktu mereka berkontribusi pada produksi yang ada
pada perekonomian. Sumber daya manusia juga seing didefinisikan sebagai
orang-orang yang bekerja untuk bisnis dengan memberikan tenaga dan kemampuannya
dalam bekerja.
b. Modal
Adalah dana
yang dibutuhkan untuk memulai suatu bisnis dan menjaganya agar tetap beroperasi
dan tumbuh dengan baik. Modal juga dapat mencakup suatu nilai pasar atau nilai
saham suatu perusahaan. Penerimaan dari penjualan produk juga merupakan sumber
modal yang penting.
c. Wirausahawan
Adalah suatu
individu yang menanggung resiko dan peluang termasuk menciptakan dan mengoperasikan
suatu bisnis yang baru. Kebanyakan sistem perekonomian selalu mendorong dan
membimbing para wirausahawan untuk memulai bisnis baru sekaligus mengambil
keputusan yang mengubah bisnis kecil menjadi bisnis besar sehingga berkapasitas
untuk berubah menjadi suatu pasar yang baru.
d. Sumber Daya Fisik
Adalah hal-hal
berwujud yang dapat digunakan oleh organisasi dalam melaksanakan suatu bisnis
mereka. Sumber-sumber daya fisik meliputi, sumber daya alam, fasilitas, suku
cadang dan perlengkapan serta peralatan-peralatan lain.
e. Sumber Daya Informasi
Merupakan suatu
atau beberapa data atau informasi lain yang digunakan oleh bisnis. Produksi
barang-barang berwujud dulu pernah mendominasi kebanyakkan sistem ekonomi,
namun saat ini sumber daya informasi memakai peranan utama. Hal ini disebabkan
karena bisnis saat ini sangat bergantung pada prediksi pasar, orang-orang
dengan keahlian tertentu, serta berbagai data ekonomi yang digunakan untuk
membantu bisnis mereka.
Macam-Macam Sistem Ekonomi
1. Sistem Ekonomi Kapitalis
Kapitalisme adalah salah satu pola pandang manusia dalam segala kegiatan
ekonominya. Kapitalisme atau kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa
pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar
guna keuntungan bersama. Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sebagai
sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke-16 hingga abad ke-19.
Untuk mendapatkan modal, para kapitalis harus mendapatkan bahan baku dan mesin
dahulu, baru buruh sebagai operator mesin dan juga untuk mendapatkan nilai
lebih dari bahan baku tersebut agar usaha dapat berjalan lancar. Saat ini,
kapitalisme tidak hanya dipandang sebagai suatu pandangan hidup yang
menginginkan keuntungan belaka.
2.
Sistem Ekonomi Liberal
Sistem Ekonomi Liberal ialah sistem ekonomi yang bergerak kearah menuju
pasar bebas dan sistem ekonomi berpaham perdagangan bebas dalam era globalisasi
yang bertujuan menghilangkan kebijakan ekonomi proteksionisme.
Mula-mula ditemukan pada suatu tradisi penerangan atau keringanan yang
bersifat membatasi batas-batas dari kekuasaan dan tenaga politis, yang
menggambarkan pendukungan kebebasan individu.Teori itu juga bersifat
membebaskan individu untuk bertindak sesuka hati sesuai kepentingan dirinya
sendiri dan membiarkan semua individu untuk melakukan pekerjaan tanpa
pembatasan yang nantinya dituntut untuk menghasilkan suatu hasil yang terbaik,
menyajikan suatu benda dengan batas minimum namun dapat diminati dan disukai
oleh masyarakat (konsumen).
3.
Sistem Ekonomi Kerakyatan
Menurut Guru Besar, Prof. Dr.
Mubyarto, sistem ekonomi kerakyatan adalah system ekonomi yang berasas
kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, dan menunjukkan pemihakan sungguh – sungguh
pada ekonomi rakyat.
Ekonomi kerakyatan adalah sistem
ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat
sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat
kebanyakan dengan secara mengelola sumber daya ekonomi apa saja yang dapat
diusahakan dan dikuasainya, terutama meliputi sektor pertanian, peternakan,
kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat
lainnya.
Ekonomi kerakyatan ini
dikembangkan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat lokal dalam
mengelola lingkungan dan tanah mereka secara turun temurun. Kesemua kegiatan
ekonomi tersebut dilakukan dengan pasar tradisional dan berbasis masyarakat,
artinya hanya ditujukan untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup
masyarakatnya sendiri. Salah satu
harapan dari sistem ekonomi kerakyatan ini yaitu agar hasil dari pertumbuhan
tersebut bisa dinikmati sampai pada lapisan masyarakat paling bawah.
Perbedaan antara Hubungan Sistem Ekonomi Liberal, Kapitalis dan Kerakyatan
-
Sistem ekonomi kapitalis lebih
menitikberatkan keputusan dan juga perekonomian negaranya kepada pemilik modal
yang memiliki kekuatan yang sangat besar.
-
Sistem ekonomi liberal
perekonomiannya lebih diserahkan kepada mekanisme pasar. Mekanisme pasar disini
artinya perekonomian dan juga kebijakan lebih dititikberatkan pada kebutuhan
dan penawaran dari pasar.
-
Sistem ekonomi kerakyatan yang
menekankan kebijakan terpusat guna tetap dapat mensejahterakan dan juga
mengayomi ekonomi masyarakatnya.
Persamaan antara Hubungan Sistem Ekonomi Liberal, Kapitalis dan Kerakyatan
Kesamaan yang
dapat menyatukan ketiganya yaitu :
Tujuan dan juga hasil akhir yang diharapkan dari sistem ekonomi tersebut.
Ketiga sistem ekonomi ini disusun dan diaplikasikan di dalam suatu negara
tujuannya tidak lain adalah untuk mengatur perekonomian suatu negara secara
efektif sehingga dapat terwujud suatu perekonomian yang baik dan membawa
kesejahteraan dan juga perekonomian bagi warga negaranya.
Karakteristik ekonomi Islam
Dr. Dawabah menyebutkan
setidaknya ada 5 jenis karakteristik ekonomi Islam:
a. Spirit ketuhanan (Robbaniyah)
Sebagaimana diketahui bahwa Islam
adalah sebuah agama yang merujuk semua perkaranya kepada Allah dengan konsep
ketuhanan. Tidak hanya merujuk, bahkan segala kegiatan tujuannya adalah perkara
yang bersifat ketuhanan.
Maka sebagaimana Islam selalu
menanamkan akhlaq dan adab dalam segala aspek kehidupan diterapkan pula dalam
hal interaksi perkonomian, sehingga nantinya dapat menciptakan masyarakat yang
tentram serta seimbang perkonomiannya.
b. Keseluruhan (syumûliah)
Sistem ekonomi Islam tidak lain
merupakan sebuah cakupan dari ketetapan-ketetapan yang berlaku dalam Islam.
Karena Islam merupakan sebuah sistem yang mengatur segala aspek kehidupan yang
masuk di dalamnya aspek perekonomian. Dengan masuknya ekonomi sebagai salah
satu aspek kehidupan dalam Islam, maka tidak mungkin ada produsen yang
memproduksi barang di dasarkan atas kemauannya saja. Tetapi dia juga pasti
mempertimbangkan akan halal dan haramnya. Para produsen tidak juga memproduksi
sesuatu yang mengandung hal-hal membahayakan konsumen atau lingkungannya. Dan
berbagai perbuatan lainnya akan disesuaikan dengan aspek dan ketentuan yang ada
dalam Islam.
c. Fleksibilitas (murûnah)
Kaidah-Kaidah dalam Islam
bersifat shôlihun likulli zamân wa makân (waktu dan tempat).
Tentunya hal itu berkaitan erat dengan tsawabit (sesuatu yang sudah
tetap) serta mutaghayyirat (hal yang masih berubah-ubah) yang berasaskan
hal-hal ushul (pokok) dalam agama dan furu’nya (cabang).
Dengan model yang disebutkan tadi berbagai macam kejadian bisa disesuaikan
dengan hukum-hukum fiqh yang ada.
Tapi fleksibilitas yang dimaksud
di sini harus lebih ditinjau lagi. Dr. Rif’at Audhy: Mausu’atul Hadhoroh al
Islamiyah menerangkannya dengan cukup jelas. Fleksibilitas dalam Islam
mempunyai sisi yang tidak bisa diterima dan ada yang bisa. Adapun sisi yang
tidak diterima yaitu ketika suatu permasalahan bisa dihukumi dengan dua hukum
yang berbeda sesuai perbedaan kondisi alias kondisional.
d. Keseimbangan (tawâzun)
Keseimbangan antara dunia dan akhirat
dan juga keseimbangan antara iman dan perekonomian serta keseimbangan antara
boros dan kikir. Islam juga memberi keselarasan antara kebutuhan rohani dan
kebutuhan materi dengan memberi porsi yang sesuai antara keduanya.
Hal penting lain dari konsep
keseimbangan ini adalah sebuah sikap yang tidak condong pada kapitalis ataupun
sosialis. Islam punya kedudukannya sendiri dalam hal ini, yaitu berada di
antara keduanya dengan tidak menafikan kepemilikan individual ataupun
kepemilikan sosial sebagaimana yang akan dibahas lebih dalam di bab lain dari
makalah ini. Islam memiliki batasan-batasannya sendiri antara kepentingan
negara dan individual dalam ekonomi sehingga dapat menyeimbangkan antara
keduanya.
Asas dari kepemilikan dalam Islam
adalah kepemilikan individual karena hal itu dianggap sesuatu yang fitrah dalam
Islam. Karena kepemilikan individual ini merupakan pemeran utama dalam kinerja
produksi. Sedangkan kepemilikan umum baru dianggap pada saat-saat tertentu
sehingga memaksa negara untuk turun tangan dalam menyelesaikannya. Hal ini
tentunya sangat berbeda dengan konsep kapitalisme yang benar-benar meniadakan
peran negara dalam mekanisme ekonomi. ataupun konsep sosialisme membangun asas
perkonomian mereka atas kepemilikan umum yang malah mengurangi gairah untuk
berproduksi.
Rumusan kapitalis dan sosialis
memang sangat berbeda denga Islam yang mengatur hubungan antara individual dan
negara dalam ranah perkonomian. Islam menyatakan bahwa keduanya itu saling
melengkapi, dimana setiap dari keduanya mempunyai denah aplikasi masing-masing
hingga tidak bertentangan. Selain itu keduanya merupakan kutub yang saling
berhubungan dan tidak berdiri sendiri. Maka dari itu, pertumbuhan ekonomi dalam
Islam menjadi kewajiban negara dan individual secara bersamaan.
Dengan begini setidaknya batasan
antara kebebasan dan intervensi pemerintah dalam mekanisme ekonomi Islam. Dalam
ekonomi Islam, negara bukanlah suatu unsur yang bertentangan ataupun pengganti
dari unsur lain, melainkan unsur pelengkap. Seperti melakukan hal-hal yang
sepertinya agak sulit dilakukan secara individu layaknya perbaikan jalan,
jembatan, dll. Bahkan posisi negara terkadang menjadi sangat penting layaknya
saat kekurangan lembaga pendidikan atau lembaga kesehatan di suatu daerah.
Jelas sudah bahwa intervensi
negara dalam ekonomi Islam tidaklah sesuatu yang bertentangan dengan kebebasan
individual. Bahkan ia menjadi unsur pelengkap untuk menciptakan maslahat umum.
Hal itu bisa disaksikan lagi dengan adanya kewajiban zakat yang dikeluarkan
oleh individual untuk selanjutnya dikelola oleh negara. Di sini didapati bukan
saja keseimbangan antara negara dan individu, tapi juga keseimbangan dan
kemerataan putaran harta. Sehingga pada akhirnya tidak tercipta jurang pemisah
yang terlalu lebar antara si kaya dan si miskin.
e. Keuniversalan (‘âlamiyyah)
Konsep keuniversalan ini sudah
ada sejak diutusnya Rasul ke atas bumi, karena tidak lain diutusnya Rasul
adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam. Keuniversalan ekonomi Islam semakin
terasa jelas setelah datangnya krisis global yang melanda AS dan belahan negara
lain pada tahun 2008. Sejak saat itu beberapa negara barat mulai menerapkan
ekonomi Islam.
Dasar-dasar Sistem Ekonomi Islam
Maksud penciptaan manusia memang
tidak lain untuk beribadah kepada Sang Pencipta, sebagai mana juga
dieperintahkan untuk memakmurkan bumiNya dengan adil. Maka dari itu Allah telah
menyiapkan bumi ini agar bisa dimanfaatkan dan menjadikan manusia sebagai pemimpin
di atas bumi itu agar dapat memanfaatkan segala yang ada. Dari prinsip
penciptaan dan konsep kepemimpinan manusia di atas bumi setidaknya bisa ditarik
benang merah untuk membangun prinsip ekonomi dalam Islam, yaitu: kepemilikan
ganda (kepemilikan individual dan kepemilikan umum), kebebasan berkonomi, serta
mengayomi kepentingan umum.
a. Kepemilikan Individual
Manusia diciptakan dengan fitrah
yang sudah ditetapkan oleh Allah dan tidak akan keluar dari fitrah tersebut.
Hal itu sesuai dengan dengan firmanNya surat ar Rum ayat 30 “30.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.” Kemudian ada sebuah hadits yang juga berbicara
tentang hal yang sama “Tidaklah seseorang itu dilahirkan kecuali dalam keadaan
fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau
Majusi.”
Ketika fitrah yang dimaksudkan
adalah hal yang mencakup segala aspek kehidupan, maka apa sebenarnya fitrah
manusia dalam hal keuangan dan perkonomian? Allah berfirman dalam surat al
‘Adiyat ayat 8 “Dan Sesungguhnya dia sangat bakhil Karena cintanya kepada harta.”
Meskipun para ahli tafsir mempunyai perbedaan pendapat tentang hakekat dari
‘berlebihan’ dalam hal kecintaan mereka ini, tapi perbedaan itu tidak begitu
jauh, yang intinya manusia itu menyukai harta.
Berlandaskan dari yang disebutkan
di atas, maka syariah memberi jawaban untuk fitrah dari model ekonomi Islam,
yaitu kepemilikan individual. Tetapi kepemilikan individual di sini tidak
sama sebagai mana yang ada pada kapitalisme yang malah menjerumuskan
manusia pada kecintaan materi. Maka kepemilikan individual dalam Islam memiliki
batas-batas, ketentuannya, serta kewajibannya sendiri yang nantinya akan saling
melengkapi dengan kepemilikan umum sebagaimana disebutkan pada pembahasan
sebelum ini.
Kepemilikan individual yang sudah
dijelaskan di atas sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip kepemilikan
mutlak yang dinisbahkan kepada Sang Pencipta Alam. Atau dengan kata lain bahwa
pemilik haqiqi sebenarnya Allah. Tidak adanya pertentangan antara kepemilikan
haqiqiNya dengan kepemilikan individual manusia sebagai khalifah di atas bumi
ini tidak jauh beda dengan kepemilikan ilmu yang dinisbahkan kepadaNya juga.
Allah mempunyai sifat al milku (kepemilikan) dan juga sifat-sifat
lainnya.
b. Kepemilikan Umum
Dr. Robi’ Mahmud Ruby menerangkan
yang dimaksud dengan kepemilikan umum dalam Islam yaitu segala sesuatu yang
bukan merupakan kepemilikan individual.
Di sini Dr. Robi’ membagi kepemilikan
individual menjadi 2:
1.
Kepemilikan negara
Dr. Robi’ menerangkan bahwa yang
dimaksud dengan kepemilikan negara di sini bisa diartikan layaknya kepemilikan
individual milik negara. Maka yang termasuk dalam golongan ini adalah berbagai
firma serta perusahaan atau lembaga-lembaga lain yang mana seorang pemimpin
negara atau pejabat pemerintahan mempunyai hak dalam mengelolanya. Tentunya hak
ini berasaskan maslahat dari rakyat sang pemimpin tersebut. Sedangkan Dr.
Dawabah menambahkan bahwa yang termasuk dalam golongan ini nantinya bisa
menjadi sumber pemasukan untuk baitul mal yang kemudian pemerintah menggunakannya
untuk hal-hal yang mengandung maslahat umum.
2.
Kepemilikan majemuk dari masyarakat
Sudah maklum bahwa masyarakat
merupakan kumpulan dari beberapa orang atau individu. Maka yang dimaksudkan
dengan kepemilikan majemuk ini adalah segala jenis sumber daya yang bisa
dipergunakan oleh majemuk dari masyarakat dimana tidak ada satu individu yang
boleh memilikinya secara pribadi. Diantaranya adalah jalan, air, api, rumput
lapang, jembatan dan sumber daya lain yang sejenisnya. Maka dalam bahasa lain
bisa diartikan bahwa kepemilikan majemuk di sini adalah sumber daya yang
dihasilkan tanpa adanya ikut campur satu orang pun di dalamnya. Selain itu
sumber-sumber tersebut bisa didapatkan dengan mudah, ditambah lagi bahwa
wujudnya adalah sesuatu yang primer bagi kalangan majemuk.
Inilah sistem Islam yang
memadukan antara kepemilikan individual dan kepemilikan umum serta membuat
batasan dan aturan antara keduanya. Diantara kelebihannya adalah seputar
penetapan zakat, kharraj, jizyah, usyur, dan lain
sebagainya. Dan era kegemilangan Islam pada zaman abbasiyah, khususnya di bawah
kepemimpinan Harun ar Rasyid tidak lepas dari peletakan dasar ekonomi Islam
yang matang dan rapi serta pelaksanaannya yang penuh amanat. Bahkan diantara
syarat untuk menjadi pegawai pajak adalah baik agamanya, amanat, menguasai ilmu
fikih dan lain-lain sebagaimana yang disebutkan dalam kitab al Kharraj milik
Abu Yusuf.
Tidak heran dengan
ketetapan-ketetapan finansial yang berasaskan agama dalam buku al Kharraj menjadikan
umat Islam pada masa Abasiyah merasakan kemakmuran yang dahsyat. Tercatat bahwa
dari pajak kharraj saja pada masa Harun ar Rasyid mencapai 7 juta dirham
dan kemudian meningkat pesat pada masa al Mu’tashim menjadi 30 miliar dirham.
Itu baru dihitung dari segi kharraj tanpa memasukkan sumber pendapatan
lain dari berbagai macam jenis keuangan publik seperti zakat dan lain
sebagainya.
Pengaruh Sistem Ekonomi terhadap
Islam
Pengaruh-pengaruh ekonomis ini
bisa digolongkan dalam tiga kelompok:
(a) Pengaruh – pengaruh pada konsumsi masyarakat (consumption effects).
(b) Pengaruh – pengaruh pada produksi (production effects).
(c) Pengaruh – pengaruh pada distribusi pendapatan masyarakat (distribution
effects).
PENGARUH TERHADAP KONSUMSI
Salah satu pengaruh penting pada
konsumsi masyarakat adalah karena perdagangan, masyarakat bisa berkonsumsi
dalam jumlah yang lebih besar daripada sebelum ada perdagangan. Ini sama saja
dengan mengatakan bahwa pendapatan riil masyarakat (yaitu, pendapatan yang
diukur dan berapa jumlah barang yang bisa dibeli oleh jumlab uang tersebut),
meningkat dengan adanya perdagangan
Konsep yang sering disebut dengan
nama Transformasi adalah proses pengubahan sumber-sumber ekonomi atau
barang-barang dalam negeri menjadi barang-barang lain yang bisa memenuhi
kebutuhan (konsumsi) masyarakat. Konsep transformasi ini mencakup:
(a)
Transformasi melalui produksi, yaitu memasukkan sumber-sumber ekonomi (input)
ke dalam pabrik-pabrik dan proses produksi lain untuk menghasilkan
barang-barang akhir (output). Inilah “proses produksi” dalam arti yang biasanya
kita gunakan.
(b)
Transformasi melalui perdagangan, yaitu menukarkan suatu barang dengan barang
lain yang (lebih) kita butuhkan. Dan segi arti ekonomisnya menukarkan satu
barang dengan barang lain melalui perdagangan adalah juga suatu “proses
pengubahan”. tidak ada bedanya dengan proses pengubahan melalui pabrikpabrik
(proses produksi). Keduanya mencapal hasil yang sama, yaitu mengubah satu
barang menjadi barang lain (yang diang gap lebih bernilai atau lebih
dibutuhkan).
Dalam ekonomi tertutup hanya ada
satu proses transformasi, yaitu “proses produksi”. Bila perdagangan dibuka,
proses transformasi bagi masyarakat menjadi dua macam, yaitu “proses produksi”
dan “proses perdagangan/pertukaran”. Inilah sumber dan kenaikan pendapatan riil
masyarakat dan perdagangan luar negeri: “ yaitu adanya kemungkinan yang lebih
luas (dan lebih menguntungkan) untuk mentransformasikan sumber-sumber ekonomi
dalam negeri menjadi barang-barang yang dibutuhkan masyarakat. Jadi menutup
kemungkinan transformasi melalui perdagangan adalah sama saja dengan menutup
kemungkinan diperolehnya kenaikan pendapatan riil. Berapa besar kenaikan
pendapatan riil dan adanya perdagangan seperti yang diuraikan sebelumnya. Hal
tergantung pada sampai berapa jauh dasar penukarannya “membaik” setelah ada
perdagangan.
Satu lagi pengaruh yang penting
dan perdagangan terhadap pola konsumsi masyarakat. Pengaruh ini dikenal dengan
nama demonstration effects. Pengaruh terhadap konsumsi yang diuraikan di atas
sebenarnya berkaitan dengan peningkatan kemampuan berkonsumsi, yaitu
pendapataan riil masyarakat.
Demonstration effects atau
“pengaruh percontohan” > adalah pengaruh yang
bersifat langsung dan perdagangan terhadap pola dan kecenderungan berkonsumsi
masyarakat. Pengaruh ini bisa bersifat positif atau bersifat negatif.
Demonstration effects yang bersifat positif adalah perubahan pola dan
kecenderungan berkonsumsi yang mendorong kemauan untuk berproduksi lebih besar.
Menurut J.S. Mill bahwa “terutama di negara yang masih pada tahap perkembangan ekonomi yang
rendah, ada kemungkinan penduduknya ada dalam keadaan tertidur dan puas diri,
dengan perasaan bahwa selera dan keinginan mereka sudah semuanya terpenuhi “
Dibukanya perdagangan luar negeri
kadang-kadang bisa mempunyai pengaruh yang serupa dengan ‘revolusi industri’,
dengan diperkenalkan dengan barang-barang baru kepada penduduk atau karena
terbukanya kemungkinan bagi mereka untuk memperoleh barang-barang yang
sebelumnya tak terbayangkan bisa terjangkau oleh mereka .
Demonstrasi effects yang bersifat
negatif adalah apabila dibukanya hubungan dengan luar negeri menimbulkan pola
dan kebiasaan konsumsi asing yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan
perekonomian tersebut. Misalnya, masyarakat (dimulai dan golongan yang
berpenghasilan tinggi) cenderung untuk meniru gaya dan kebiasaan hidup dan
konsumsi dan negara-negara maju lewat “contoh-contoh” yang ditunjukkan lewat
media seperti film, televisi, majalah-majalah dan sebagainya. Akibatnya ada
kecenderungan bagi masyarakat tersebut untuk berkonsumsi yang “berlebihan”
(dilihat dan tahap perkembangan ekonomi dan kemampuan produksi masyanakat)
Dengan lain perkataan, propensity to consume menjadi tenlalu tinggi. ini
selanjutnya mengakibatkan sumber ekonomi yang tersedia untuk investasi rendah,
dan ini berarti pertumbuhan ekonomi yang rendah;
Menentukan apakah pengaruh
positif lebih besar dan pengaruh negatif atau sebaliknya, adalah persoalan yang
sulit. Kita harus melihat kasus demi kasus. Banyak bentuk pengaruh yang tidak
bisa diukur dengan tepat, sehingga unsur subyektivitas (atau kecenderungan
ideologis) sering tidak bisa dihindari. Beberapa negara (seperti RRC dan
negana-negana sosialis lain) berpendapat bahwa pengarub negatmfnya lebih besar.
Menurut mereka dibukanya hubungan luar negeni merangsang kebiasean hidup yang
individualistis, pola konsumsi yang mewah dan menggoyahken keyakmnan ideologis
masyarakat terhap sistem neqaranya.
Negara-negara Barat yang telah
maju dan sejumlah negar-negara sedang berkembang beranggapan sebaliknya, yaitu
menganggap bahwa pengaruh negatmfnya tiaak melebihi pengaruh positifnya Sampai
sekarang belum bisa diketahul secara pasti apakah tingkat investasi (dan
tingkat pertumbuhan) menjadi Iebih rendah atau lebih tinggi dengan adanya perdagangan
luar negeri. RRC dan beberapa negara sosialis lain dengan perekonomian yang
relatif tertutup, bisa mencapai laju pertumbuhan yang sangat tinggi. Sebaliknya
Jepang, Singapura, Korea Selatan, Hongkong, Taiwan yang mempunyal perekonomian
terbuka juga bisa mencapai laju pentumbuhan yang sangat mengesankan.
Demikian pula, apakah dibukanya
hubungan perdagangan luar negeri menimbulkan pola dan gaya konsumsi masyarakat
yang “keliru”, adalah masalah yang sulit dijawab secara tegas. Orang bisa
mengatakan bahwa dalam masyarakat yang tertutuppun (seperti
masyarakat-masyarakat feodal dimasa lampau) bisa terjadi pola konsumsi yang
berlebihan dan pemborosan-pemborosan sosial oleb golongan-golongan masyarakat
tertentu. Dan sebaliknya, masyarakat yang terbuka mungkin bersifat hemat dan
tidak men unjukkan pola konsumsi yang berlebihan.
Nampaknya ada faktor lain yang
lebih menentukan apakah suatu masyarakat adalah masyarakat yang hemat dan
berpola konsumsi wajar atau masyarakat yang boros dan berpola konsumsi mewah.
Faktor ini adalah pola distribusi kekayaan dan pendapatan yang ada di dalam
masyarakat. Pola distribusi yang timpang menimbulkan pola konsumsi yang timpang
dan boros, dan mi berlaku baik bagi ekonomi tertutup maupun ekonomi terbuka.
Adanya perdagangan luar negeri mungkin membuat ketimpangan pola konsumsi
tersebut lebih menyolok, karena mereka yang melakukan konsumsi yang berlebihan
cenderung untuk memilih barang-barang “luar negeri” dan gaya hidup “luar
negeri”. Namun dalam hal ini masalah pokoknya sebenarnya bukan karena
masyarakat tersebut membuka hubungan dengan luar negeri, tetapi karena sejak
awal distribusi kekayaan dan pendapatan di dalam negeri memang timpang, dan
menutup diri dan percaturan ekonomi dunia tidak menyelesaikan masalah justru
sebaliknya.
Singkatnya “demonstration
effects” memang ada, tetapi apakah efek negatifnya atau efek positifnya yang
lebih menonjol sulit untuk ditentukan secara umum. ini tergantung situasinya
kasus demi kasus. Namun kita juga harus berhati-hati dalam menentukan apakah
pola konsumsi yang “keliru” memang karena demonstration effects atau
sebab-sebab lain.
PENGARUH TERHADAP PRODUKSI
Perdagangan luar negeri mempunyai
pengaruh yang kompleks terhadap sektor produksi di dalam negeri. Secara umum
kita bisa menyebutkan empat macam pengaruh yang bekerja melalul adanya :
(a) Spsialisasi produksi.
(b) Kenaikan “investasi surplus”.
(c) “Vent for Surplus”.
(d) Kenaikan produktivitas.
Spesialisasi. Kita telah melihat bahwa perdagangan internasional mendorong masing-masing
negara ke arah spesialisasi dalam produksi barang di mana negara tersebut
memiliki keunggulan komparatifnya.
Dalam kasus constant-cost, akan terjadi spesialisasi produksi yang penuh, sedangkan.
Dalam kasus increasing-cost terjadi spesialisasi yang tidak penuh. Yang perlu diingat di sini adalah
bahwa spesialisasi itu sendiri tidak membawa manfaat kepada masyarakat kecuali
apabila disertai kemungkinan menukarkan hasil produksiriya dengan barang-barang
lain yang dibutuhkan. Spesialisasi plus perdagangan bisa meningkatkan
pendapatan riil masyarakat, tetapi spesialisasi tanpa perdagangan mungkin
justru menurunkan pendapatan nil dan kesejahteraan masyarakat.
Tetapi apakah spesialisasi plus
perdagangan selalu menguntungkan suatu negara? Dalam uraian kita dalam bab-bab
sebelumnya, kita menyimpulkan, bahwa pendapatan riil masyarakat sesudah
perdagangan selalu lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama dengan pendapatan
riil masyarakat sebelum perdagangan. ini berarti bahwa perdagangan tidak akan
membuat pendapatan riil masyarakat lebih rendah, dan sangat mungkin membuatnya
lebih tinggi. Tetapi perhatikan bahwa analisa semacam ini bersifat “statik”,
yaitu tidak memperhitungkan pengaruh -pengaruh yang timbul apabila situasi
berubah atau berkembang, seperti yang kita jumpai dalam kenyataan.
Ada tiga keadaan yang membuat
spesialisasi dan perdagangan tidak selalu berrnanfaat bagi suatu negara. Ketiga
keadaan ini berkaitan dengan kemungkinan spesialisasi produksi yang terlalu
jauh, artinya adanya sektor produksi yang terlalu terpusatkan pada satu atau
dua barang saja. Ketiga keadaan ini adalah:
(a) Ketidak stabilan pasar luar negeri.
Suatu negara yang karena dorongan
melakukan spesialisasi perdagangan, hanya memproduksikan karet dan kayu. Apabila
harga karet dan harga kayu dunia jatuh, maka perekonomian dalam negeri otomatis
akan ikut jatuh.
Lain halnya apabila negara
tersebut tidak hanya berspesialisasi pada kedua barang tersebut, tetapi juga
memproduksikan barang-barang lain baik untuk ekspor maupun untuk kebutuhannya
dalam negeri sendiri. Turunnya harga dan satu atau dua barang mungkin bisa
diimbangi oleh naiknya harga barang-barang lain.
Inilah pertentangan atau konflik
antara spesialisasi dengan diversifikasi.
1.Spesialisasi
bisa meningkatkan pendapatan riil masyarakat secara maksimal, tetapi dengan
risiko ketidak stabilan yang tinggi. Sebaliknya
2.diversifikasi
lebih menjamin kestabilan pendapatan tetapi dengan konsekuensi harus
mengorbankan sebagian dan kenaikan pendapatan dan spesialisasi.
Sekarang hampir semua negara di
dunia menyadari bahwa spesialisasi yang terlalu jauh (meskipun didasarkan atas
prinsip keunggulan komparatif, seperti yang ditunjukkan oleh teori ekonomi)
bukanlah keadaan yangbaik. Manfaatdari diversifikasi harus pula diperhitungkan.
(b) Keamanan nasional.
Apabila suatu negara hanya
memproduksikan satu barang, misalnya karet, dan harus mengimpor seluruh
kebutuhan bahan makanannya Meskipun karet adalah cabang produksi di mana negara
tersebut memiliki keunggulan komparatif yang paling tinggi, sehingga bisa
meningkatkan pendapatan riil masyarakat setinggi mungkin, tentunya keadaan
seperti di atas tidak sehat. Seandainya terjadi perang atau apapun yang
menghambat perdagangan luar negeri, dan manakah diperoleh bahan makanan bagi
penduduk negara tersebut? Jelas bahwa pola produksi seperti yang didiktekan
oleh keunggulan komparatif tidak harus selalu dilkuti apabila ternyata
keiangsungan hidup negara itu sendiri sama sekali tidak terjamin.
(c) Dualisme.
Sejarah perdagangan internasional
negara-negara sedang berkembang terutama semasa mereka masih menjadi koloni
negara-negara Eropa, ditandai oleh timbulnya sektor ekspor yang beronientasi ke
pasar dunia dan yang sedikit sekali berhubungan dengan sektor tradisional dalam
negeri. Sektor ekspor seakan-akan bukan merupakan bagian dan negeri itu, tetapi
bagian dan pasar dunia. Dalam keadaan seperti ini spesialisasi dan perdagangan
internasional tidak memberi manfaat kepada perekonomian dalam negeri.
Keadaan ini di negara-negara
sedang berkembang setelah kemerdekaan mereka, memang sudah menunjukkan
perubahan. Tetapi Seiring belum merupakan perubahan yang fundamental. Sektor
ekspor yang’“modern” masih nampak belum bisa menunjang sektor dalam negeri yang
“tradisional”
Ketiga keadaan tersebut di atas
adalah peringatan bagi kita untuk tidak begitu saja dan tanpa reserve menerima
dalil perdagangan Neo-Klasik bahwa spesialisasi dan perdagangan selalu
menguntungkan dalam keadaan apapun. Tetapi di lain pihak. uraian di
atas tidak merupakan bukti bahwa manfaat dari petdagangan tidaklah bisa dipetik
dalam kenyataan. Teori keunggulan komparatif masih menjadi tahapan dasarnya,
yaitu bahwa suatu negara seyogyanya memanfaatkan keunggulan komparatif dan
kesempatan “transformasi lewat perdagangan” Hanya saja perlu diperhatikan bahwa
dalam hal-hal tertentu pentimbangan pertimbangan lain jangan lupaken.
Investible Surplus Meningkat.
Pendagangan meningkatkan pendapatan riil masyarakat. Dengan pendapatan riil
yang lebih tinggi berarti negara tersebut mampu untuk menyisihkan dana sumber
sumber ekonomi yang lebih besar bagi investasi (inilah. yang disebut
“investible surplus”). investasi yang lebih tinggi berarti laju pertumbuhan
ekonomi ‘yang lebih tinggi. Jadi perdagangan bisa mendorong laju pertumbuhan
ekonomi.
lnilah inti dan pengaruh
pendagangan internasional tenhadap produksi lewat investible surplus. Ada tiga
hal mengenai penganuh ini yang perlu dicatat:
(a) Kita harus
menanyakan berapa dan manfaat perdagangan (kenaikan pendapatan nil) yang
diterima oleh warganegara riegara tersebut, dan berapa yang diterima oleh
warganegara asing yang memiliki faktor produksi, misalnya modal, tenaga kerja,
yang dipekerjakan di negara tersebut. Dengari lain perkataan. yang lebih
penting adlah berapa kenaikan GNP, bukan kenaikan GDP. yang ditimbulkan oleh
adanya perdagangan.
(b) Kita harus
menanyakan pula berapa dan kenaikan pendapatan nil karena perdagangan tersebut
akan diterjemahkan menjadi kenaikan investasi dalam negeri, dan benapa ternyata
dibelan jakan untuk konsumsi yang lebih tinggi atau ditransfer ke luar negeri
oleh perusahaan-perusahaan asing sebagai imbalan bagi modal yang ditanamkannya?
Dan segi pertumbuhan ekonomi yang penting adalah Icenaikan investasi dalam
negeri dan bukan hanya “investible surplus”nya.
(c) Kita harus
pula membedakan antara “pertumbuhan ekonomi” dan “pembangunan ekonomi”.
Disebutkan di atas bagaimana dualisme dalam struktur perekonomian bisa timbul
dan adanya perdagangan internasional. Dimasa lampau, dan gejala-gejalanya masih
tersisa sampal sekarang, kenaikan investible surplus tersebut cenderung untuk
diinvestasikan di sektor “modern” dan hanya sedikit yang mengalir ke sektor
“tradisional”. Pertumbuhan semacam mi justru semakin mempertajam dualisme dan
perbedaan antara kedua sektor terebut. Dalam hal ini kita harus berhati-hati
untuk tidak mempersamakan pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan ekonomi dalam
arti yang sesungguhnya.
Inti dari uraian di atas adalah
bahwa kenaikan investible surplus karena perdagangan adalah sesuatu yang nyata.
Tetapi kita harus mempertanyakan Lebih lanjut siapa yang memperoleh manfaat,
berapa besar manfaat tersebut yang direalisir sebagai investasi dalam negeri,
dan adakah pengaruh dan manfaat tersebut terhadap pembangunan ekonomi dalam
arti yang sesungguhnya.
Vent For Surplus > Menurut Smith, perdagangan luar negeri membuka daerah pasar baru yang lebih
luas bagi hasil-hasil dalam negeri. produksi dalam negeri asing semula terbatas
karena terbatasnya pasar di dalam negeri, sekarang bisa diperbesar lagi.
Sumber-sumber ekonomi yang semula menganggur (surplus) sekarang memperoleh
saluran (vent) untuk bisa dimanfaatkan, karena adanya daerah pasar yang baru.
Konsep “vent for surplus” adalah
bahwa pertumbuhan ekonomi terangsang oleh terbukanya daerah pasar yang baru.
Sebagai contoh, suatu negara yang kaya akan tanah pertanian tetapi berpenduduk
relatif sedikit. Sebelum kemungkinan perdagangan dengan luar negeri terbuka,
negara tersebut hanya menghasilkan bahan makanan yang cukup untuk menghidupi
penduduknya dan tidak lebih dan itu. Banyak tanah yang sebenarnya subur dan
cocok bagi pertanian dibiarkan tak terpakai. Dengan adanya kontak dengan pasar
dunia, negara tersebut mulai menanam barang-barang perdagangan dunia seperti
lada, kopi, teh, karet, gula dan sebagainya dengan mernanfaatkan tanah
pertanian yang menganggur tersebut. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi
meningkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar